ADORE

A wedding circus

Archive for Uncategorized

Senangnya…

i-wish-kecil.jpg

Senangnya…..
Di suatu tempat, dengan bir dan teman-teman yang saya suka, menonton video art yang tidak perlu apresiasi tinggi karena dibuat dengan suka-suka…ah, Jaya datang bawa roti pula.
Dan, duduk di kursi sofa biru Rika, sambil teriak-teriak karena tobi mengejar-ngejar ayam – ayam kecil.

Melihat Rika membuat kostum dan berkomentar ini itu tentang karyanya,  bahkan untuk hal yang  tidak perlu.
Sore-sore bersama teman -teman mengobrol tertawa-tawa tentang  fashion dan seni  yang ringan-ringan saja.
Pulang,  anjing anjing yang berlompatan minta perhatian.

Seminggu lagi Venzha pulang, katanya bawa efek gitar baru dan boot baru…hmm hmm
Menonton film, beli nasi goreng.
Mengoceh blablabla dengan seseorang dimana saya selalu merasa nyaman,  tentang  segala hal.

Tertidur di sofa, dengan tv tetap menyala

Andaikan  semua sesederhana ini ,selalu…

Sayangnya pekerjaan menumpuk, sedikit demam, beberapa persoalan yang ngga beres-beres, beberapa teman yang menggangu. Jadwal yang mengejar-ngejar. Pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban. Tulisan –tulisan yang belum kelar, dan harus diterjemahkan. Project-project yang menguras energi. Tabungan habis…

Tapi senangnya karena semua yang sederhana jadi terasa indah

CHAOSTAR

in-the-middle.jpg

CHAOSTAR
Rebel-Rebel
ditulis oleh: Rully Sangmerah
diedit oleh Irene Agrivine

`rings shall vanish from our noses, and the harness from our back
bit and spur shall rust forever, cruel whips no more shall crack`
–George Orwell, Animal Farm

Begini analoginya; seorang miskin yang lapar ingin masuk ke sebuah ruangan dimana para orang kaya berpesta di sana tiap malam. Ia tentu saja, tidak diperbolehkan ikut masuk. Maka menunggulah si miskin di depan pintu ruangan itu setiap hari, menunggu mungkin kelak ia akan diijinkan masuk ke dalam sana suatu saat. Namun, pesta terus digelar setiap malam dan si miskin tetap juga tak dihiraukan. Sementara itu, wangi makanan dari dalam ruangan semakin hari semakin mengguncang hasrat siapa saja yang lapar untuk segera berontak agar bisa masuk.
Sekarang mari kita pikirkan bersama pemberontakan macam apa yang sekiranya akan dilakukan oleh si miskin selanjutnya.

Kemungkinan pertama, anggap saja si miskin adalah seorang penyabar yang sanggup berhari-hari menahan lapar. Maka ia pun memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa kecuali tetap berdiri di depan pintu sambil menunggu diajak masuk suatu saat nanti.

Kemungkinan kedua, anggap saja si miskin adalah seorang yang tangguh secara fisik dan mahir berkelahi. Maka ia pun memutuskan untuk mendobrak masuk dengan paksa, meninju siapa saja yang menghalangi, dan merebut seenaknya semua makanan yang ia suka.

Kemungkinan ketiga, anggap saja si miskin adalah seorang yang pernah terlibat jaringan terorisme. Maka ia pun mengancam akan meledakkan seisi ruangan apabila tidak juga diperbolehkan masuk dan makan sepuasnya.

Untuk kemungkinan terakhir, mari kita anggap si miskin sebagai seorang seniman. Dengan demikian ia akan mengambil gitar, mengajak kawan-kawan lainnya yang juga lapar untuk bermain bas dan terompet. Kemudian mereka pun akan menyanyikan lagu dengan lantang tentang betapa laparnya mereka dan betapa ingin mereka diajak ikut berpesta. Mereka akan terus bernyanyi sembari mengharap agar orang-orang yang ada di dalam akan terhibur, mendengar, lalu akhirnya paham akan apa sesungguhnya maksud lagu yang sedang didendangkan.

Albert Camus pernah mendefinisikan secara tepat tentang apa itu rebel, apa itu pemberontak. Seorang rebel, menurut Camus, adalah ia yang berani mengatakan `tidak`. Keempat kemungkinan tindakan pada situasi diatas oleh karenanya bisa dikategorikan sebagai tindak pemberontakan berdasar teori ini.
Pada kemungkinan pertama, pemberontakan yang dilakukan si miskin bukanlah pemberontakan dalam artian literal. Ia sama sekali tidak memberontak terhadap lingkungannya, melainkan semata berontak terhadap nafsu internalnya. Rebel jenis ini hanya mengatakan `tidak` pada hasrat yang meluap. Dengan tidak bertindak, ia menjadikan dirinya contoh yang mau tak mau suatu saat bakal dilirik apa sesungguhnya maksud dari diamnya. Hanya saja, tidak ada jaminan kepastian apakah berontak dengan diam mampu memenuhi tujuan. Gandhi termasuk salah satu dari sedikit rebel tipe ini yang berhasil.
Tindakan pada kemungkinan kedua jelas merupakan pemberontakan yang mudah dikenali secara harfiah. Pemberontakan jenis ini merupakan yang paling mudah dilakukan namun tidak sepenuhnya menjamin keberhasilan. Resiko akan perlawanan balik bisa menjadikan upaya pemberontakan berakhir sia-sia. Para pemberontak tipe ini umumnya memiliki harga diri juga keberanian yang tinggi sehingga menolak untuk berdiam diri apabila diperlakukan tidak adil. Mereka mengatakan `tidak` pada ketidak adilan. Disinilah biasanya tindakan ekstrim bahkan anarkis cenderung diterapkan.
Bertolak belakang dengan kemungkinan kedua, rasionalitas dan sikap pragmatis lebih ditekankan pada kemungkinan ketiga. Rebel tipe ini adalah para intelektual, yakni mereka yang melihat resiko sebagai hal yang harus dijauhi dan tujuan sebagai hal yang harus terwujud secara pasti. Strategi yang efektif dan sikap politis menjadi alasan utama mengapa tindak pemberontakan jenis ini umumnya berhasil. Mereka mengatakan `tidak` pada kegagalan.
Rebel yang bertindak sesuai jenis pemberontakan keempat adalah mereka yang mengatakan `tidak` pada permusuhan. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari letak kelemahan musuh seperti yang dilakukan para rebel di situasi ketiga. Mereka justru mencoba mengenali potensi diri sendiri lalu menjadikannya andalan untuk menarik perhatian lawan. Dengan begini mereka bukan saja akan diperhatikan melainkan juga akan memperoleh penghormatan. Maka tujuan pun diraih tanpa perlu ada pertikaian.

Keempat contoh diatas barulah penggambaran analogi pemberontakan secara garis besar karena pemaknaan kata `rebel` memang luas sekali jangkauannya. Dan Albert Camus pun memang benar, bahwa pemberontakan adalah wujud penolakan. Penolakan disini bisa terhadap apa saja, pula bisa berwujud apa pun juga. Begitu pula motif di belakangnya. Ada yang berontak karena ingin perubahan, ada yang karena menentang keseragaman. Ada yang berontak karena muak dengan ketidak adilan, ada juga yang hanya ingin pengakuan. Semua latar belakang pemberontakan ini memiliki kadar konsistensi masing-masing. Semakin konsisten seseorang pada pemberontakannya, semakin dekat ia pada tujuan. Demikian sebaliknya.
Lantas bagaimana jika tujuan pemberontakan telah tercapai– Apakah pemberontakan dengan begitu berakhir sudah– Sekarang, apa pemberontakan berhenti ketika The Beatles atau Elvis Presley ternyata sukses— ternyata tidak. Rebel-rebel lain terus bermunculan dengan semangat berontak yang berbeda-beda. Begitupun ketika pertama kali Franz Kafka menulis Metamorphosis di tahun 1915, karya tersebut menjadi sangat kontemporer untuk era itu. Dan memang, hingga kini karya Kafka itu abadi, namun tidak lantas menghentikan sastrawan-sastrawan lain untuk terus mencoba melakukan terobosan dalam gaya penulisan baru. Istilah kontemporer pun menjadi temporal, menjadi milik tiap zaman masing-masing. Pemberontakan eksis di tiap masa. Oleh karenanya hadir Neo Klasik untuk memperbarui Klasik, atau munculnya Post Modern setelah yang Modern sudah dianggap usang. Walaupun toh nantinya pola yang terbentuk adalah lingkaran; berputar tanpa sadar telah kembali ke bentuk awal. Ingat bukan, celana jeans yang menyempit di bagian bawah pernah populer di era 80an—Nah, begitu tren tersebut tidak lagi disenangi di pertengahan 90an, tidak ada yang lantas sudi menggunakannya. Sekarang, -abrakadabra-, tren itu pulih kembali. Anak muda manapun berlomba-lomba mengecilkan celana. Pemberontakan lama telah dilahirkan lagi. Entah siapa yang memulai. Dan mungkin akan tiba lagi masanya mereka menyesal  telah mengecilkan celana karena tren tersebut nantinya lagi-lagi berganti.
Demikianlah, apapun alasannnya, berontak lebih dari sekedar penolakan. Berontak adalah kebutuhan. Kebutuhan untuk memperbarui jiwa dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan dunia. Apabila tidak ada yang berontak, tidak ada yang berani mengatakan `tidak`, maka alangkah seragam segala sesuatu nantinya. Mustahil ada kemajuan.

Sekarang, anggap saja si miskin akhirnya berhasil diajak masuk dan ikut berpesta. Apa kira-kira yang terjadi selanjutnya— Bisa ditebak, akan ada lagi si miskin lain di depan pintu yang berharap diundang masuk. Kita harap si miskin yang sedang berpesta tidak melupakan teman lamanya juga pemberontakan yang pernah diperjuangkannya.

I want to be sexy (a part of adore )

23-kecil.jpg

Huh..kenapa saya harus datang ke dalam klub semacam ini…ups saya tertidur dengan musik yang sama dan terbangun ketika seorang teman berteriak…aaaahhhh ira, bangun..ini partiiiiiii!!!! Sembari menghembuskan asap beraroma khas…hmmmm…masih musik yang sama kelihatannya.

Pindah gigs! yayaya..dengan kepala berat dan tas berat karena botol, kamipun pindah…dan disambut oleh segerombolan anak muda yang histeris melihat kedatangan kami, ah…mungkin hanya karena botol-botol surga di tas saya.

Sayapun larut, sampai saya tersadar, lagi-lagi musik yang sama ,ideologi yang sama.

Saya merasa tidak sexy sedikitpun, karena tidak bergairah.

Saya keluar, pengap… alasan saya

Bahkan ketika saya berada di sebuah klub…you are lucky this is the most chic club in Germany’… kata teman saya yang berkulit putih, sambil tersenyum bangga, dan bersulang untuk sebuah performance vokalis grup electronik paling rebel ( katanya!) di sana. Kosong! Walaupun untuk beer-nya saya akui harus mendapat tanda salut.

Saya menerima undangan pembukaan pameran dari sebuah galeri…young promising artist…dan saya membayangkan drawing, bercorak ke-ekonugroho-ekonugroho-an, vector, berkonsep kuat, digital imaging, minuman keras murahan disela-sela pembukaan, pembicaraan tentang seni yang berkisar residensi, dan kesempatan ke luar negri.. dan semuanya benar!

Lagi-lagi saya ingin muntah, tanpa tau sebabnya,

Setelah memberikan selamat, tersenyum manis kesana-sini, sampai pipi saya kaku..dan rokok yang tanpa sadar habis seketika, karena saya mendadak kehilangan akal dan kepercayaan diri.Segera saya keluar dari galeri tersebut, dan diam-diam kabur secepat-cepat-nya

Di manakah saya, mengapa semua terasa membosankan..

I want to be sexy again!!!

ADORE

12-kecil.jpg13-kecil.jpg

The death of rebelliousness

Born as a middle class citizen, do some music, playing some art. What is an art, what is music? Am I an artist? Am I a musician? Art and music is there already, people already like it, and what in the earth make me called myself an artist. Naive! Let’s say according Genesis. P. Orridge , I am a cultural engineer, It is in the cultural pot of society , as is television and internet.

Because in the world today, what will surprise us next, while even a punk yell that they play an anarchy song, they still have to learn a three chord and make them ( sorry..) a part of western slave music industry, and all western popular music was derived from feudal slave music. And therein lies a problem of ours (third world country) and the ideology of western music. Go on!

And some people do some art on the street but they still take a form from a western mural industry, and they put ‘ i am a rebel’ in their art work, some say they were underground, they were straight edge, but surrender their self becoming a slave of the system once more. Why don’t we took a conveyor belt, the factory, the power station, and mass-produced luxury goods as the stepping-stone for the form of the art and life and experimented with that rather than guitars, canvas, installation, turn table and so on. This mean we had to look beyond traditional equipment.

Everything is about learning to think.

It’s about being part, It’s the stars. It’s the universe. There’s nothing there. The world is not meant to be good or bad, black or white, one or zero, It’s not binary. It’s chaos.

If you want to be something, do something, it is about being destroy, it s about fight. We should enter an imagination about what will surprise us next. It is not about a game of expectation. Expected is an enemy, why should I give them respect? Why should I admire? If it is just to be the first one to know than other? If it is not the truth? At the point that creative energy becomes fully predictable and formulized, the flickering spirit of the divine is extinguished and camouflaged conservatism take over.

Since a industry revolution in Europe, people try to be to engaged more to technology, and the third world country become the most hungry mass about technology. It is an unlimited world, and the system becoming an utility to make a very huge capitalism superhuman robot. I have to be honest and confess that I have a great hatred and also big passion for digital culture. I think popular culture and capitalism, should be trying to generate opportunities for a truly psychedelic and hyperdelic expansion of consciousness towards the creation of an experience that could not recorded at anyway.

That’s been lost! All excitement that I felt in the beginning of the 90’s. Now it all just a repetition, and the movement is a bullshit! It is all about continuing the system. The art, music, fashion and all what they called ‘The Kingdom of Rebel’ is dead, and why I entered to this world?, did I pass you any legacy to this and to do that. You were born free! An art should be sexy, rebellious, hate and love, a holy thing. The things that I couldn’t go out and buy it anywhere. Something that I couldn’t see it in television or any magazine or probably in any site of the internet.

Just like when I reach a flyer about a gig, and then I knew all the DJ, I knew all the software and the playlist of the song, the visual they use as a background, the types of the font in the flyers, the people, even I could imagine what kind of move and how I would dance the dance floor, and I was thought “ Why should I go? Why on earth I have to go to this?”

The same thing when I was invite to an opening exhibition, and I could imagine what the works would be like, a same drawing, same music outside gallery, same beer, same cheap vodka, same people. Why should I come? The joy of true creativity is the exploration of the unpredictable. The passion of nothingness, desire.

The beauty is in the chaos.

Isn’t life is fun?, Isn’t life is chaotic, why we always try to fix it, to pursue it into a system?

 

Peri lobi-lobi 2007

Deluxe Phenomenon


Hujan, tur

bomber-kecil.jpg

Di luar hujan lagi, tur…

Iyak, kamu selalu hujan-hujanan

Blablabla… Dia membuat kopi, saya mengambil bir,
Dia mengeluarkan banyak barang -barang dari dalam tas-nya.
Saya terdiam dengan sebuah buku terbuka di pangkuan.

Mau ? Sambil mengulurkan sesuatu berasap dan beraroma khas

Saya menggeleng…
Saya mau hujan-hujan-an, tur..
Saya mau basah, sampai tidak ada lagi yang bersisa
Sampai hilang semuanya
Sampai saya menjadi seperti bayi

Di dalam sini banyak tawa canda ria. sukacita. alkohol
Sembari menawarkan anggur merah kesukaannya

Saya menenggak sedikit, demi persahabatan (hahaha!)
Sampai kapan,tur
Saya suka semua dunia itu
Tapi hari hujan, kita berdua tau artinya kan
menjadi basah, menjadi berat
Mata saya berkaca-kaca sepertinya

Yeah…iyak, kamu jatuh… semuanya terasa sesak ( dada )

Ah, gentur

Kami pun tertawa…

Pembicaraan pun berlanjut mengenai floating generation, hybrid culture, multikulturalisme dan blablabla
Hmmm…pembicaraan di atas menjadi tidak penting lagi rasanya !

tapi di luar masih tetap hujan, tur…

for gentur

PULP PHILOSOPHY #2

kastil-kecil-bw.jpg

I feel sad i don’t know why

Iya, malam,
tv yang membosankan, teman yang tertidur,
anjing yang mengulurkan kepalanya minta elusan.

Saya merasa sedih

Tiba-tiba semuanya berubah menjadi gelap
berubah menjadi menyedihkan.
Segala yang menyenangkan akan mengikuti hukum kumparan.
Merubah segalanya menjadi menjadi novel-novel bersampul warna-warni
dan berlabel harga Rp.20.000,-

Saya berniat mabuk…

Saya hanya tidak mau itu. Saya mau semuanya seperti dongeng.
Istana batu dengan bunga-bunga, kuda putih bertanduk, laut yang selalu biru,
Hutan dengan sejuta peri.

Itu pun hanya sebuah buku bersampul tebal, dengan ilustrasi pensil warna yang indah

Saya tidak tahu lagi dimanakah saya berdiri
Antara realitas dan khayalan.
Antara yang palsu dan yang nyata.
Antara yang ada dan tiada
Antara hasrat dan mimpi

Mungkin ini hanya simulakrum

Mungkin saya menciptakan sendiri simulakrum ini.
Antara rasa takut akan kehilangan, dan keinginan untuk berkuasa
Saya ingin dia selalu ada, betapa bodoh
Tetapi saya juga ingin tetap seperti sekarang

Karena saya tidak berpijak dimanapun.

Saya berada di zona bebas, di bawah suaka negeri antah berantah
Di mana segalanya setara,  kesadaran dan ketidak sadaran hampir tidak berbatas
Lalu saya dapat membiarkan diri saya hanyut
Sampai entah dimana dan kapan.
Dan saya dapat membiarkannya untuk pergi ke laut yang selalu biru
Sampai entah batas dan tepinya

Saya tidak jadi mabuk, dan teman saya terbangun

…mau kopi ra?

anjing saya tertidur

tv tetap membosankan

I feel lonely i don’t know why…

2-kecil.jpg

Perasaan yang aneh, aneh sekali. Bagaimana mungkin? Ini hanya sebuah simulakrum
Dunia tanpa makna,atau realitas sudah tergantikan. Sanggupkah sebuah dunia yang sesungguhnya
menggantikan nafas, dan membentuk hembus untuk setiap engah?

Semua begitu nyata, rasa, kehadiran. Kehadiran yang terwakili dalam bentuk huruf demi huruf.
Tapi itu telah terjadi, berjuta huruf melayang tanpa batas, tanpa waktu, tanpa tuhan.
Benarkah, menggantikan zat dengan kemayaan. Kita akan melalap habis semuanya.

Tahun-tahun akan menjadi saksi, ketika zat tidak lagi membutuhkan tempat berpijak.
dan ruh akan terbang melewati kabel-kabel transmisi, satelit dan menembus ruang bagaikan hantu.
Ketika sihir-sihir kuno menjadi kenyataan, dimanakah kita akan berpijak?
Pembuatan citra, penghancuran nilai, dan saya akan berkaca pada sebuah cala ibi…
Apakah saya benar benar ada?

Yeah, i feel lonely i don’t know why…my friend

Tantra

9-kecil.jpg

Seukur tubuh kita, sepanjang alam berada.
Untuk larut, menceburkan diri dalam maya?

Biar saja ada, biarkan lepas
Untuk kembali menggapai tanah
Untuk bangkit
Untuk meneriakkan kemenangan atas tubuh
atas raga yang tidak lagi ada.

…..
Hasrat yang memecahkan atom
Membangun ego hingga sebesar katedral.
Secara fiber optik menghubungkan dunia dengan setiap impuls ego.
Bahkan menyepuh mimpi paling membosankan dengan fantasi-fantasi berlapis emas,
hingga setiap manusia menjadi kaisar yang bercita-cita tinggi untuk menjadi
tuhan bagi dirinya sendiri.
…..

Tak terpuaskan
tapi dia akan bangkit pada hari ketiga
untuk meneriakkan kemenangannya

Keperkasaannya

WITH(OUT) ELECTRICITY?

<self narrative>
the house of natural fiber, Yogyakarta New Media Art Laboratory 2006 – 2007
Videowork & Electronic Music Festival

1kecil.jpg

Pada era 1995 – 2006, anak muda telah memasuki sebuah era dimana segala yang berbau digital adalah dewa. Kisah –kisah perayaan dan pemujaannya membuat kita terlena. Arus globalisasi dan derasnya kucuran teknologi telah membuat kita masuk ke dalam sebuah kultur baru yaitu noise culture, dimana penempatan teknologi sebagai sang maha mebuat semua orang saling berteriak bahwa aku adalah teknologi, teknologi adalah aku, proses- proses berinteraksinya satu aku dengan aku yang lain terjadi secara pemaksaan karena penggunaan teknologi yang berlebih-lebihan.

Pemaksaan – pemaksaan identitas yang dibentuk lewat teknologi menimbulkan sebuah kebisingan tanpa tersadari.
Bentuk – bentuk kultur baru ini menimbulkan sebuah kebisingan semu, yang jika dibiarkan akan mengikis secara perlahan identitas- identitas diri. Sebuah bentuk perlawanan harus datang, techno culture yang menjadi dasar dari perkembangan kultur ini harus berubah fungsi, penggunaan teknologi sebagai bentuk resistensi bukan teknologi sebagai aku. Teknologi adalah dirinya sendiri, dan manusia adalah manusia. Bentuk resistensi ini akan mencetuskan gagasan baru dalam bentuk teknologi digunakan sebagaii penandaan akan keakuan, kedirian dan kekinian.
Penyampaian identitas dalam bentuk kediaman ( silence culture ), dimana proses penyampaian identitas dan keakuan disampaikan tanpa proses noise. Dalam hal ini penyampaian bentuk keakuan disampaikan lewat karya seni, proses kolaborasi dan penggunaan teknologi; videowork dan musik elektronik.
Proses interaksi pun terjadi tanpa lewat hingar bingar dan pengadaptasian adanya identitas satu dengan yang lain terjadi tanpa proses pemaksaan. Masing –masing diri berhak menyerap penawaran identitas. Kebebasan proses penyerapan akan terjadi, karena seperti yang dikatakan Roland Barthes ( Image, Music, Text  tentang the death of the author),maka ketika pihak pertama menyampaikan gagasan tentang identitas, akan terjadi suatu punctum yang kemudian berkembang di benak pihak kedua berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri tanpa adanya proses pemaksaan dari pihak kedua sehingga timbulah sebuah proses yang berlangsung secara tenang dan hening.

Peri lobi-lobi