ADORE

A wedding circus

CHAOSTAR

in-the-middle.jpg

CHAOSTAR
Rebel-Rebel
ditulis oleh: Rully Sangmerah
diedit oleh Irene Agrivine

`rings shall vanish from our noses, and the harness from our back
bit and spur shall rust forever, cruel whips no more shall crack`
–George Orwell, Animal Farm

Begini analoginya; seorang miskin yang lapar ingin masuk ke sebuah ruangan dimana para orang kaya berpesta di sana tiap malam. Ia tentu saja, tidak diperbolehkan ikut masuk. Maka menunggulah si miskin di depan pintu ruangan itu setiap hari, menunggu mungkin kelak ia akan diijinkan masuk ke dalam sana suatu saat. Namun, pesta terus digelar setiap malam dan si miskin tetap juga tak dihiraukan. Sementara itu, wangi makanan dari dalam ruangan semakin hari semakin mengguncang hasrat siapa saja yang lapar untuk segera berontak agar bisa masuk.
Sekarang mari kita pikirkan bersama pemberontakan macam apa yang sekiranya akan dilakukan oleh si miskin selanjutnya.

Kemungkinan pertama, anggap saja si miskin adalah seorang penyabar yang sanggup berhari-hari menahan lapar. Maka ia pun memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa kecuali tetap berdiri di depan pintu sambil menunggu diajak masuk suatu saat nanti.

Kemungkinan kedua, anggap saja si miskin adalah seorang yang tangguh secara fisik dan mahir berkelahi. Maka ia pun memutuskan untuk mendobrak masuk dengan paksa, meninju siapa saja yang menghalangi, dan merebut seenaknya semua makanan yang ia suka.

Kemungkinan ketiga, anggap saja si miskin adalah seorang yang pernah terlibat jaringan terorisme. Maka ia pun mengancam akan meledakkan seisi ruangan apabila tidak juga diperbolehkan masuk dan makan sepuasnya.

Untuk kemungkinan terakhir, mari kita anggap si miskin sebagai seorang seniman. Dengan demikian ia akan mengambil gitar, mengajak kawan-kawan lainnya yang juga lapar untuk bermain bas dan terompet. Kemudian mereka pun akan menyanyikan lagu dengan lantang tentang betapa laparnya mereka dan betapa ingin mereka diajak ikut berpesta. Mereka akan terus bernyanyi sembari mengharap agar orang-orang yang ada di dalam akan terhibur, mendengar, lalu akhirnya paham akan apa sesungguhnya maksud lagu yang sedang didendangkan.

Albert Camus pernah mendefinisikan secara tepat tentang apa itu rebel, apa itu pemberontak. Seorang rebel, menurut Camus, adalah ia yang berani mengatakan `tidak`. Keempat kemungkinan tindakan pada situasi diatas oleh karenanya bisa dikategorikan sebagai tindak pemberontakan berdasar teori ini.
Pada kemungkinan pertama, pemberontakan yang dilakukan si miskin bukanlah pemberontakan dalam artian literal. Ia sama sekali tidak memberontak terhadap lingkungannya, melainkan semata berontak terhadap nafsu internalnya. Rebel jenis ini hanya mengatakan `tidak` pada hasrat yang meluap. Dengan tidak bertindak, ia menjadikan dirinya contoh yang mau tak mau suatu saat bakal dilirik apa sesungguhnya maksud dari diamnya. Hanya saja, tidak ada jaminan kepastian apakah berontak dengan diam mampu memenuhi tujuan. Gandhi termasuk salah satu dari sedikit rebel tipe ini yang berhasil.
Tindakan pada kemungkinan kedua jelas merupakan pemberontakan yang mudah dikenali secara harfiah. Pemberontakan jenis ini merupakan yang paling mudah dilakukan namun tidak sepenuhnya menjamin keberhasilan. Resiko akan perlawanan balik bisa menjadikan upaya pemberontakan berakhir sia-sia. Para pemberontak tipe ini umumnya memiliki harga diri juga keberanian yang tinggi sehingga menolak untuk berdiam diri apabila diperlakukan tidak adil. Mereka mengatakan `tidak` pada ketidak adilan. Disinilah biasanya tindakan ekstrim bahkan anarkis cenderung diterapkan.
Bertolak belakang dengan kemungkinan kedua, rasionalitas dan sikap pragmatis lebih ditekankan pada kemungkinan ketiga. Rebel tipe ini adalah para intelektual, yakni mereka yang melihat resiko sebagai hal yang harus dijauhi dan tujuan sebagai hal yang harus terwujud secara pasti. Strategi yang efektif dan sikap politis menjadi alasan utama mengapa tindak pemberontakan jenis ini umumnya berhasil. Mereka mengatakan `tidak` pada kegagalan.
Rebel yang bertindak sesuai jenis pemberontakan keempat adalah mereka yang mengatakan `tidak` pada permusuhan. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari letak kelemahan musuh seperti yang dilakukan para rebel di situasi ketiga. Mereka justru mencoba mengenali potensi diri sendiri lalu menjadikannya andalan untuk menarik perhatian lawan. Dengan begini mereka bukan saja akan diperhatikan melainkan juga akan memperoleh penghormatan. Maka tujuan pun diraih tanpa perlu ada pertikaian.

Keempat contoh diatas barulah penggambaran analogi pemberontakan secara garis besar karena pemaknaan kata `rebel` memang luas sekali jangkauannya. Dan Albert Camus pun memang benar, bahwa pemberontakan adalah wujud penolakan. Penolakan disini bisa terhadap apa saja, pula bisa berwujud apa pun juga. Begitu pula motif di belakangnya. Ada yang berontak karena ingin perubahan, ada yang karena menentang keseragaman. Ada yang berontak karena muak dengan ketidak adilan, ada juga yang hanya ingin pengakuan. Semua latar belakang pemberontakan ini memiliki kadar konsistensi masing-masing. Semakin konsisten seseorang pada pemberontakannya, semakin dekat ia pada tujuan. Demikian sebaliknya.
Lantas bagaimana jika tujuan pemberontakan telah tercapai– Apakah pemberontakan dengan begitu berakhir sudah– Sekarang, apa pemberontakan berhenti ketika The Beatles atau Elvis Presley ternyata sukses— ternyata tidak. Rebel-rebel lain terus bermunculan dengan semangat berontak yang berbeda-beda. Begitupun ketika pertama kali Franz Kafka menulis Metamorphosis di tahun 1915, karya tersebut menjadi sangat kontemporer untuk era itu. Dan memang, hingga kini karya Kafka itu abadi, namun tidak lantas menghentikan sastrawan-sastrawan lain untuk terus mencoba melakukan terobosan dalam gaya penulisan baru. Istilah kontemporer pun menjadi temporal, menjadi milik tiap zaman masing-masing. Pemberontakan eksis di tiap masa. Oleh karenanya hadir Neo Klasik untuk memperbarui Klasik, atau munculnya Post Modern setelah yang Modern sudah dianggap usang. Walaupun toh nantinya pola yang terbentuk adalah lingkaran; berputar tanpa sadar telah kembali ke bentuk awal. Ingat bukan, celana jeans yang menyempit di bagian bawah pernah populer di era 80an—Nah, begitu tren tersebut tidak lagi disenangi di pertengahan 90an, tidak ada yang lantas sudi menggunakannya. Sekarang, -abrakadabra-, tren itu pulih kembali. Anak muda manapun berlomba-lomba mengecilkan celana. Pemberontakan lama telah dilahirkan lagi. Entah siapa yang memulai. Dan mungkin akan tiba lagi masanya mereka menyesal  telah mengecilkan celana karena tren tersebut nantinya lagi-lagi berganti.
Demikianlah, apapun alasannnya, berontak lebih dari sekedar penolakan. Berontak adalah kebutuhan. Kebutuhan untuk memperbarui jiwa dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan dunia. Apabila tidak ada yang berontak, tidak ada yang berani mengatakan `tidak`, maka alangkah seragam segala sesuatu nantinya. Mustahil ada kemajuan.

Sekarang, anggap saja si miskin akhirnya berhasil diajak masuk dan ikut berpesta. Apa kira-kira yang terjadi selanjutnya— Bisa ditebak, akan ada lagi si miskin lain di depan pintu yang berharap diundang masuk. Kita harap si miskin yang sedang berpesta tidak melupakan teman lamanya juga pemberontakan yang pernah diperjuangkannya.

No comments yet»

Leave a comment